Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan sistem pemerintahan, salah satunya yaitu sistem demokrasi terpimpin pada tahun 1959-1965 silam. Pada sistem pemerintahan demokrasi terpimpin, segala kebijakan dan keputusan yang diambil serta dilaksanakan berpusat pada satu orang, yakni pemimpin pemerintahan.
Daftar Isi
Sering dikenal dengan istilah orde lama, penerapan demokrasi terpimpin ini berlangsung secara resmi dari tanggal 5 Juli 1959 sampai 11 Maret 1959. Bagaimana kehidupan pemerintahan semasa sistem tersebut berjalan? Simak ulasannya pada artikel kali ini hingga selesai ya, Kawan Literasi!
Latar Belakang

Sebelum sistem demokrasi terpimpin diberlakukan, sistem pemerintahan Indonesia adalah demokrasi liberal, dari tahun 1950 sampai 1959. Selama itu, situasi politik Indonesia sangatlah tidak stabil. Kabinet kerap berganti, sehingga program kerja kabinet tidak berjalan dengan semestinya. Berbagai partai politik saling berkompetisi dan menjatuhkan satu sama lain. Dewan Konstituante juga tidak berhasil menyelesaikan tugas untuk menyusun UUD baru untuk Indonesia.
Situasi ini mendorong presiden Soekarno untuk menyederhanakan partai politik dan membentuk kabinet yang terdiri dari 4 partai pemenang pemilu tahun 1955.
Artikel Terkait
- Struktur Teks Laporan Percobaan, Ciri-Ciri dan Contohnyaby Andira Adi Fitria (Studio Literasi) on September 17, 2023 at 11:48 am
Teks laporan percobaan merupakan salah satu jenis teks yang ada dalam materi Bahasa Indonesia. Teks ini berfungsi untuk melaporkan percobaan yang dilakukan oleh seorang penulis. Penulisannya tentu tidak boleh asal, sebab teks ini harus menyatakan fakta hasil dari percobaan dan disusun dengan sistematis. Untuk mengetahuinya lebih jauh, simak artikel berikut hingga akhir, Kawan Literasi! Apa Artikel Struktur Teks Laporan Percobaan, Ciri-Ciri dan Contohnya pertama kali tampil pada Studio Literasi.
- 13 Tanda Baca, Fungsi, dan Contoh Penggunaan sesuai EYDby Andira Adi Fitria (Studio Literasi) on September 17, 2023 at 8:38 am
Dalam suatu kalimat, terdapat tanda baca yang biasanya digunakan. Baik itu kalimat pernyataan, kalimat tanya, atau kalimat seruan. Masing-masing menggunakan tanda baca sesuai fungsinya. Contohnya, tanda titik (.) yang umumnya digunakan untuk mengakhiri suatu kalimat berita. Fungsi tanda baca adalah memudahkan pembaca untuk memberi jeda, mengetahui struktur suatu kalimat, dan menentukan intonasi. Lalu, bagaimana fungsi Artikel 13 Tanda Baca, Fungsi, dan Contoh Penggunaan sesuai EYD pertama kali tampil pada Studio Literasi.
- Pencemaran Tanah: Komponen Pencemar, Dampak, dan Penangananby Andira Adi Fitria (Studio Literasi) on September 17, 2023 at 2:01 am
Pencemaran tanah terjadi jika terdapat makhluk hidup, zat, maupun komponen lain ke dalam tanah hingga kualitas tanah menurun. Biasanya pencemaran tanah kerap terjadi akibat bahan kimia buatan manusia yang merubah lingkungan tanah. Apa saja sumber pencemaran tanah, dampak, dan cara menanganinya? Untuk mengetahuinya, simak artikel Studio Literasi kali ini hingga akhir, Kawan Literasi! Pencemaran Tanah Artikel Pencemaran Tanah: Komponen Pencemar, Dampak, dan Penanganan pertama kali tampil pada Studio Literasi.
- Konjungsi: Ketahui Jenis-Jenis hingga Contoh Penggunaannyaby Andira Adi Fitria (Studio Literasi) on September 5, 2023 at 3:44 am
Konjungsi lebih akrab disebut sebagai kata hubung. Konjungsi berfungsi menghubungkan dua klausa maupun frasa dalam sebuah kalimat agar saling berkesinambungan. Contoh paling umum yaitu dan, tetapi, maupun, sedangkan, dan lain sebagainya. Namun tahukah Kawan Literasi jika konjungsi memiliki berbagai macam jenis dan penggunaannya yang berbeda? Simak artikel Studio Literasi kali ini hingga selesai untuk mengetahuinya Artikel Konjungsi: Ketahui Jenis-Jenis hingga Contoh Penggunaannya pertama kali tampil pada Studio Literasi.
Pada 21 Februari 1957, beberapa tokoh politik dan militer menawarkan konsepsi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Konsepsi presiden 1957 tersebut berisi pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
- Pemberlakukan sistem Demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan politik yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Langkah ini dilakukan untuk memperbarui struktur politik bangsa Indonesia.
- Pembentukan Kabinet Gotong royong berdasarkan perimbangan kekuatan masyarakat. Kabinet tersebut terdiri atas wakil-wakil partai politik dan kekuatan politik yang disebut golongan karya.
Sebagai langkah awal, Presiden Soekarno membentuk Dewan Nasional pada tanggal 6 Mei 1957. Melalui panitia tersebut, terbitlah usulan tertulis oleh Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal A.H Nasution untuk memberlakukan UUD 1945 sebagai landasan Demokrasi Terpimpin. Singkatnya, penetapan UUD 1945 oleh Dewan konstituante tidak kunjung disepakati hingga memasuki masa reses. Oleh karena itu, dikeluarkanlah PEPERPU/040/1959 oleh A.H. Nasution yang isinya adalah larangan melaksanakan kegiatan politik.
Kemudian, presiden Soekarno melaksanakan pertemuan dengan perdana menteri, dewan DPR, satu anggota dewan nasional, serta ketua MA untuk menyepakati UUD 1945. Setelah itu, Presiden Soekarno memberikan pidato yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isinya adalah tiga ketentuan berikut:
- Pembubaran konstituante
- Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
- Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta Dewan pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Melalui diumumkannya Dekrit Presiden 1959, dimulailah era demokrasi terpimpin.
Baca juga: Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok, Kronologi, & Tokoh
Sistem Tatanan Pemerintahan Demokrasi Terpimpin

Pada masa demokrasi terpimpin, terbentuk beberapa lembaga seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan pertimbangan Agung Sementara (DPAS), Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), Kabinet Karya, serta Front Nasional
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
MPRS terbentuk berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan Chaerul Saleh sebagai ketua. MPRS terdiri dari 281 orang anggota DPR Gotong Royong, 94 utusan daerah, serta 200 wakil Golongan Karya.
Sidang pertama MPRS dilaksanakan pada 10 November hingga 7 Desember 1960, lalu sidang kedua dilaksanakan pada tanggal 15-22 Mei 1963.
2. Dewan pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
DPAS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1959. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden serta memberikan usulan pada pemerintah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
DPR-GR memiliki anggota sejumlah 283 orang, terdiri dari 153 wakil partai politik dan 130 wakil golongan. Tugas dari DPR-GR adalah sebagai dewan pembantu presiden berdasarkan bidangnya masing-masing.
4. Kabinet Karya
Kabinet ini terbentuk setelah pembubaran Kabinet Djuanda. Tugas kabinet II ialah mewujudkan stabilitas keamanan, memperbaiki situasi ekonomi utamanya sandang dan pangan, dan memperjuangkan Irian Barat.
5. Front Nasional
Pembentukan Front Nasional didasari oleh Penetapan Presiden Nomor 13 Tahun 1959. Front Nasional bertugas memperjuangkan cita-cita proklamasi, pembangunan, serta visi yang terkandung pada UUD 1945.
Baca juga: Seluk-Beluk Perang Dunia 2: Penyebab hingga Akhir Peperangan
Kehidupan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin

Pada masa demokrasi terpimpin, pemerintah memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan kebijakan ekonomi melalui sistem ekonomi terpimpin. Pemerintah menguasai atau setidaknya mengawasi alat-alat produksi dan distribusi yang vital bagi ekonomi negara.
Pada periode tersebut, negara mengalami masalah ekonomi akibat dari kekacauan situasi politik sebab inflasi ekonomi sebelum tahun 1959. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk mengatasinya melalui kebijakan-kebijakan berikut:
1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Deparnas)
Deparnas dibentuk oleh Kabinet kerja pada 15 Agustus 1959 berdasarkan UU No 80 Tahun 1958. Deparnas dipimpin oleh Muhammad Yamin. Lembaga ini bertugas untuk menyiapkan RUU Pembangunan Nasional dan mengevaluasi penyelenggaraan pembangunan. Pada 1963 lembaga ini berganti menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
2. Sanering/ Devaluasi
Pemerintah memutuskan untuk menetapkan kebijakan sanering, yaitu menurunkan nilai mata uang kertas menjadi 10% pada 25 Agustus 1959. Nilai mata uang Rp 1.000 dan Rp 500 diturunkan menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pecahan mata uang 100 kebawah tidak ikut didevaluasi. Tujuan dari kebijakan ini adalah meningkatkan nilai rupiah tanpa merugikan golongan rakyat kecil.
Pemerintah kemudian membentuk Panitia Penampung Operasi Keuangan (PPDK) untuk melakukan tindak lanjut moneter tanpa mengurangi tanggung jawab menteri dan departemen yang bersangkutan.
3. Menekan Inflasi
Untuk mengurangi peredaran uang dan memperbaiki keuangan, pemerintah membentuk peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 1959. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan kebijakan pembekuan sebagian simpanan yang ada di bank-bank yang bernilai diatas Rp 25.000 agar peredaran uang berkurang.
Instruksi penghematan untuk instansi pemerintah juga dikeluarkan. Seluruh manajemen dan administrasi perusahaan negara juga diperketat pengawasannya. Melalui kebijakan ini, pemerintah bisa mengendalikan inflasi dengan menghilangkan likuiditas pada masyarakat.
Baca juga: Konflik & Perjalanan Politik Apartheid di Afrika Selatan
4. Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Selain kebijakan-kebijakan ekonomi, pemerintah juga membentuk Panitia Tiga Belas yang terdiri dari para ahli politik, ekonomi, dan anggota Musyawarah. Dua tokoh terkemuka pada panitia ini yaitu D.N. Aidit (PKI) dan Ali Sastroamidjojo. Panitia ini membuat konsep “Deklarasi Ekonomi” sebagai strategi ekonomi Indonesia pada 28 Maret 1963.
Dekon kemudian memuat 14 peraturan pelaksanaan yang dikenal sebagai 26 Mei. Namun, dalam perkembangannya, presiden Soekarno menunda pelaksanaannya karena sedang fokus pada konfrontasi dengan Malaysia. Akhirnya, Dekon gagal mengatasi kemerosotan ekonomi Indonesia karena gagal memperoleh pinjaman dari International Monetary Fund (IMF) dan situasi politik Indonesia dengan beberapa negara.
5. Dana Revolusi
Melalui instruksi presiden No 018 Tahun 1964 dan keputusan Presiden No 360 Tahun 1964, Presiden menginstruksikan perhimpunan dan penggunaan Dana Revolusi. Namun, kebijakan ini malah mengakibatkan kerugian, diantaranya meningkatnya utang negara, penurunan ekspor, kekacauan keuangan karena fasilitas kredit perorangan dan perusahaan yang bukan sektor produksi, serta kenaikan inflasi tak terkendali hingga mencapai 635,35% pada 1966 dari 19,24% pada 1959.
Penyimpangan Masa Demokrasi Terpimpin

- Pembubaran DPR hasil Pemilu 1955 oleh Presiden melalui Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960
- MPRS yang menjadikan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” sebagai manifesto politik dan garis-garis besar haluan negara, melalui ketetapan MPRS No.I/MPRS/1960
- Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia seumur hidup oleh MPRS melalui Sidang Umum pada 15-22 Mei 1963.
- Pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi yang diikutsertakan dalam kabinet yang dipimpin presiden.
Baca juga: Mengenal Berbagai Organisasi Regional dan Global & Sejarahnya
Demikian ulasan sejarah kepemimpinan pada periode Demokrasi Terpimpin hingga tahun 1965. Di satu sisi, periode ini ingin mencapai kestabilan politik, namun di sisi lain juga mengalami berbagai kemerosotan secara ekonomi. Semoga menambah wawasan Kawan Literasi semua!
Tidak ada komentar